
Gambar: Pak Gatot, honorer nyambi meenetaskan telur bebek (dok. pribadi)
Sabtu lalu, 29 Nopember 2014, saya
menyempatkan berkunjung ke salah satu sahabat saya seorang guru honorer.
Kebetulan beliau honorer yang sudah kawakan dan rela mengabdi di
sekolah bagi anak-anak ABK ini. Sebelumnya, beliau membicarakan usaha
kecil-kecilan yang dengan modal nekat dapat menghasilkan sejumlah uang.
Meski penghasilan tak seberapa, daripada menanti penghasilan yang tak
pasti dan mengisi waktu kosong ba’da pulang bekerja, ia membuka usaha
sambilan ini di rumah sederhananya.
Pak Gatot namanya, seorang guru honorer
lulusan PLB ini tetap konsisten mengabdi di SLBN Metro sebagai guru tuna
grahita sedang (dengan kondisi intelegensi siswanya amat rendah).
Selain sebagai honorer di sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus
tersebut, beliau juga melengkapi kegiatan hariannya dengan usaha
penetasan telur bebek. Usaha yang dirintisnya setelah sebelumnya membaca
buku di perpustakaan. Dengan kemauan belajar dari sebuah buku dan
bertanya kesana kemari akhirnya usaha yang cukup ribet ini pun dilakoni.
Usaha yang semata-mata ingin menambah penghasilan bulanannya dari
bekerja sebagai honorer. Maklum, gaji honorer tetaplah tidak sesuai
dengan kebutuhan harian. Apalagi beliau memiliki 4 orang anak yang juga
membutuhkan biaya sekolah.

Gambar : Kotak penetasan telur bebek yang terbuat dari bekas box ayam. (dok. pribadi)
Usaha penetasan telur bebek ini sudah dimulai beberapa bulan yang lalu. Dengan modal kandang modifikasi bok-bokan ayam, ia merubah b0k
tersebut menjadi kotak penetasan dengan daya tampung kurang lebih
sampai 300 butir telur bebek. Meskipun daya tampung sebesar itu, tapi
mengingat modal yang dimiliki tak mencukupi iapun mengurangi jumlah
telurnya, paling-paling sekitar 130 butir saja. katanya di sela-sela
saya melihat usahanya di rumahnya yang cukup sederhana.
Dengan modal bok ayam yang
sudah usang, dan modal untuk membeli telur bebek sekitar 460.000 ribu,
ia memulai usahanya tersebut di belakang rumah, di sebuah kandang yang
sempit. Berbekal modal kecil tersebut, paling tidak beliau mampu
mendapatkan keuntungan bersih sekitar 400 rb tiap bulan. Dengan estimasi
harga telur kurang lebih 2 ribu rupiah per butir dan waktu
penetasannyaselama 28 hari dengan jumlah telur yang menetas maksimal
70-80 % sisanya kopyor alias tidak menetas. Dengan harga jual anakan
kisaran 8.500 rupiah. Itupun perawatannya cukup rumit karena setiap hari
harus dikontrol, dibalik dan disemprot air untuk pendinginan dan
diawasi suhu di dalam bok agar tidak terlalu panas. Meskipun bok sudah
dilengkapi sistim otomatis pinjaman dari sahabatnya, tapi keberadaan
telur selalu ia kontrol pagi, siang dan malam.
Dengan keuntungan 400 ribu tersebut
beliau bisa membeli telur lagi dan membayar tagihan listrik untuk dua
bulan. Selain itu kebutuhan dapur turut terbantu sambil menunggu musim
tanam padi tiba serta uang insentif yang didapatkan setiap enam bulan
sekali sebesar 600 rb. Memang hasil dari penetasan telur bebek ini tak
seberapa tapi bagi pak Gatot sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup
keluarganya.
Meski demikian, tidak semua anak bebek
dijual ke pembeli, karena sebagian beliau besarkan sendiri agar
mendapatkan keuntungan lebih jika bebeknya dijual dengan ukuran lebih
besar, dan bisa juga dimanfaatkan telurnya.
Alhamdulillah, meskipun hasilnya tidak
seberapa beliau mampu menambah uang dapur dan membayar listrik sehingga
kebutuhan rumah dapat terpenuhi. Imbuh pak Gatot.
Saya terharu, guru honorer ini
benar-benar dalam keprihatinan. Ia bekerja dengan gaji tak seberapa
harus menanggung anak-anak yang harus sekolah. Sebuah perjalanan hidup
yang harus dilewati tatkala menanti rezeki besar yang tak jua beliau
peroleh. Tak ada jalan lain kecuali membuat kegiatan sambian agar asap
dapur tetap mengepul dan penggorengan tidak sampai terguling.
Melihat jejak pak Gatot, saya pun
berencana ingin membangun usaha tersebut demi menambah uang dapur yang
harus terkuras karena naiknya harga BBM, itung-itung mencari penghasilan
yang halal meski sedikit mudah-mudahan menjadi berkah.
Mudah-mudahan Pak Gatot mampu
mengembangkan usahanya agar lebih besar lagi, dan berharap ada pihak
swasta yang mau mengulurkan bantuan modal agar usaha guru honorer ini
lebih besar lagi. Sehingga, meskipun suatu saat nanti harapannya menjadi
PNS gagal, ia memiliki usaha maton yang dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Pelajaran yang dapat dipetik
adalah: “Jangan pernah menyerah meski dalam kondisi apapun, menyerah
tanpa berbuat sama sekali, sama halnya melepaskan begitu saja kesempatan
kita untuk meraih kesuksesan”
Salam
Sumber : http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2014/12/05/honorer-ini-nyambi-usaha-penetasan-telur-bebek-708694.html